
Ya, selera tidak dipaksakan. Namun yang pasti ada juga “hati” yang memberontak. Kalau tahun lalu banyak musisi senior blakblakan mengkitik aliran musik Melayu yang diusung banyak grup band, sekarang nada yang sama pun digaungkan.
Piyu misalnya, dengan lugas mengatakan boy dan girl band lokal berantakan. Jeritan itu mungkin makin terasa sehubungan dilarangnya peredaran RBT. Tapi, ya itu, selera tidak bisa diseragamkan.
Bisa jadi banyak orang menikmati tren boy dan girl band, karena konsep ceria, manis, dan minimalis yang ditampilkan gerombolan cowok dan cewek supermodis itu sebagai hiburan.
Okelah kalau yang tampil SM*SH, 7 Icons, atau Cherry Belle, orang pasti sudah kenal dan kebetulan mereka memiliki fan base yang kuat berkat kepeloporan mereka di bidang ini.
Tapi begitu pasarnya sudah sesak dan jadwal tampil di acara musik macam Dahsyat dan Inbox makin padat merayap, nyatanya kita masih bisa mengenal lagu dan nama grup baru yang bermunculan. Jika kita menyenandungkan “yes, yes, yes!”, oh sudah pasti itu identik dengan grup Hitz yang sangat kental bernuansa Korea.
Menyebut Tina with D’Girls, pun sebagian dari pembaca pun pasti tahu lirik lagunya: “orang bilang cinta itu buta… bukan.” Plus sederet nama macam S9B, NSG Star, Super Girlies, Mr. Bee, Treeji, XO IX, Max 5, Princess, Mini, Micky, Maskara, dll.
Akan tetapi, benarkah mereka cukup populer? “Ya. Follower Twitter kami banyak. Saat ulang tahun, kado yang kami terima banyak. Tapi, ya konsep yang diusung boy band lokal dan sistem yang berjalan belum seperti di Korea sana,” ulas Bobby Rachman dari boy band Mr. Bee, yang juga dikenal sebagai Bobby Tince dalam berbagai sinetron. Bobby mengklasfikasikan boy dan girl band dalam dua kategori.
“SM*SH, 7 Icons, dan Cherry Belle sudah mapan, karena mereka pelopor. Yang lainnya menurut saya masih tambal sulam. Artinya membentuk boy band, mengonsep, dan menjalankannya sama sekali tidak gampang. Ada banyak kepala: produser, manajemen, personel. Otomatis ada banyak ego dan keinginan,” urai Bobby.
Bobby menampik boy dan girl band melulu berkiblat ke Korea. “Kalau saya, sih lebih ke ‘N Sync. Untuk berkiblat ke Korea, kami tidak paksakan. Kami ambil saja yang masuk akal. Soalnya kalau disuruh bergerak seperti mereka, jelas kami bukan dancer dan tidak berlatih seintensif mereka!“ Grup Super Girlies misalnya, lebih mengarahkan perhatian kepada girl band Jepang yang lebih bebas dan fun.
Benarkah kualitas mereka seminim pendapat banyak orang? Tudingan menjiplak, mengekor, hingga kebiasaan lipsync banyak dialamatkan. Kami sendiri merasa tidak berhak menghakimi, karena anggota boy band itu sendiri yang merasakan. Tapi kami meminjam kacamata Edwin Manansang, personel boy band legendaris Trio Libels.
“Kalau ada yang bilang menjiplak atau lipsync, terserah saja. Trio Libels pun pernah disebut menjiplak NKOTB, padahal kami lahir jauh sebelum itu. Tapi namanya industri, akan ada yang namanya hukum alam. Yang mau lipsync terserah saja, toh masyarakat sekarang sudah pintar menilai. Kalau nanti mereka nyanyi live terus terengah-engah, nanti juga ditinggal penonton,” tukas Edwin memberi dukungan.
“Boy dan girl band saat ini menurut Edwin bisa terus menanjak, asal konsisten dan terus memperbaiki diri. “Apalagi sekarang jumlahnya sangat banyak, permintaan tampil pun banyak. Tidak ada alasan untuk tidak maju,” imbuh Edwin.
Hanya saja apakah mereka bertahan lama atau tidaknya, tergantung banyak faktor. “Musik itu seperti mode, berulang, kembali lagi. Mereka yang bertahan adalah mereka yang bisa menunjukkan kualitas mereka.”
Menyinggung soal soal jadwal latihan, Edwin bisa mengukur apa yang dilakukan boy band sekarang sudah terhitung maju dan sangat baik.
“Melihat gerakan melompat, jungkir balik, wah saya kira itu perlu latihan khusus. Memadukan tarian dan nyanyian itu juga bukan perkara gampang.” Bobby menjelaskan soal jadwal latihan Mr. Bee yang cukup ketat. Saat tidak ada show, mereka berkumpul seminggu sekali.
“Sekali latihan 4 jam. Dua jam latihan koreografi, dua jam latihan vokal.” Saat jadwal terbilang sedang, mereka berlatih seminggu dua kali. “Untuk memberi sentuhan ini-itu,” ceplos Bobby.
Dan saat jadwal padat, semisal yang akan mereka lakukan 17 Desember, saat mereka akan tampil dua kali sehari, mereka bisa berlatih 4-5 kali seminggu, terutama untuk melatih gerakan baru, menghafal lagu, serta mebuat konsep khusus. Soal lipsync, kebetulan Mr. Bee bukan yang bermasalah dengan olah vokal.
“Kami, sih maunya tampil live. Tapi acara musik itu punya kebijakan tersendiri, karena biasanya dalam satu hari bisa ada 15 pengisi acara. Setiap minggu dijadwal, siapa saja yang menyanyi live, siapa yang tidak,” buka Bobby.
Bintang mengamati, membentuk boy dan girl band tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di Korea, untuk membentuk sebuah grup perlu waktu bertahun-tahun. Personel Super Junior ada yang melakukan pelatihan hingga 5 tahun. Jo Kwon dari boy band 2AM bahkan melakukan pelatihan lebih dari 9 tahun!
Ya, enggak heran kalau kemudian banyak pencinta K-pop yang mencibiri keberadaan boy dan girl band yang banyak terbentuk belakangan. Sebagai perbandingan paling nyata, soal eksistensi dan popularitas. Kalau kita berbicara tentang Super Junior atau SNSD, ada banyak cabang pembahasan yang berkembang. Ada banyak bias dan topik yang bisa diangkat. Jumlah anggota 9 orang, berarti menghafal semua nama dan kebiasaan para idola. Apakah hal itu berkembang di sini? Sepertinya belum.
Seperti kami sebut di atas, kita masih sebatas mengenal nama grup dan judul lagu. Begitu memasuki area personel tiap grup, hampir 95 persen personel boy dan girl band tidak diketahui namanya. Adakah cara mengatasinya?
“Memang sulit. Kalau kami dulu hanya 3 orang, sudah begitu persaingan tidak terlalu ketat, jumlah stasiun televisi juga hanya satu. Satu-satunya cara agar orang mengenal adalah dengan bertahan lama. Kalau setahun dua tahun terus menghilang, susah,” Edwin coba menganalisis.
Bobby sendiri punya cara khusus. “Kalau saya bisa jadi MC, yang lain nanti akan diarahkan jadi penyiar radio, presenter, dan lain-lain. Kami punya kegiatan di luar, namun yang utama tetap Mr. Bee,” kata Bobby.
Prediksi Tahun Depan
Surprise, ada beberapa hal yang layak ditunggu dalam dunia boy dan girl band. Pertama kehadiran JKT48, sister group AKB48 yang digadang-gadang juga akan banyak berbicara di industri musik lokal bahkan mancanegara.
Saat ini keberadaan mereka sudah bisa dinikmati lewat iklan minuman berenergi. Keberanian kreator AKB48 memilih Indonesia, bisa disimpulkan sebagai masih panjangnya potensi boy dan girl band bertumbuh.
Faktor lain? Apalagi kalau bukan iming-iming kehadiran boy dan girl band luar negeri. Tahun depan Super Junior dikabarkan akan kembali menyambangi Indonesia lewat ajang MoA (Most Amazing).
Lalu AKB48 direncanakan akan datang Februari untuk menghadiri sebuah acara kebudayaan Jepang di Jakarta. Makin seru dengan kemungkinan AKB48 bertemu dan berkolaborasi atau bahkan mengajak JKT48 ke Jepang.
Ya, akan makin panjang kalau Super Junior benar-benar mengagendakan “Super Show 4” di Indonesia. Masih ada juga alasan lain: ajang Boy & Girl Band Indonesia yang dilahirkan SCTV. Kalah menang, 8 grup yang masuk babak 8 besar sudah memiliki 4 artis yang siap memproduseri: Maia Estianty, Kevin Vierra, Dewi Sandra, dan Melly Goeslaw.
Hanya bertahan lama karena faktor itu, ya tidak afdal juga. Setidaknya segenap pelaku industrinya, produser, label, dan manajemen mendorong boy dan girl band negeri ini melakukan standarisasi ala-ala Korea atau Jepang.
Jangan gengsi mencontoh yang baik-baiknya. Ayo, di sanalah tempat berkembangnya boy dan girl band. Kenapa kita mesti malu mengaku keunggulan mereka. Toh, mereka menginspirasi, mereka memberi contoh sistem yang luar biasa modern. Baik dalam perekrutan, pelatihan, pembagian hasil, pencarian pekerjaan, hingga masalah kostum.
Di Korea, boy dan girl band bisa hidup karena tuntutan industri bisa mereka penuhi, keinginan penggemar juga bisa dipenuhi. Dalam sebuah grup ada tanggung jawab masing-masing. Ada leader yang bertanggung jawab memimpin dan mengontrol aktivitas grup, ada lead dancer, ada lead vocal, hingga magnae yang bertugas menjadi pemanis sebuah grup. Kalau mau itu terjadi di Indonesia, kita harus mencontoh yang baik dan mengadaptasinya menjadi lebih baik pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar